From workitout@cbn.net.id Wed Sep 5 13:19:46 2001 X-Sender: workitout@cbn.net.id X-Apparently-To: genetika@yahoogroups.com Received: (EGP: mail-7_3_2); 4 Sep 2001 18:16:17 -0000 Received: (qmail 57341 invoked from network); 4 Sep 2001 17:57:28 -0000 Received: from unknown (10.1.10.142) by m8.onelist.org with QMQP; 4 Sep 2001 17:57:28 -0000 Received: from unknown (HELO corp1.cbn.net.id) (202.158.3.24) by mta3 with SMTP; 4 Sep 2001 17:57:25 -0000 Received: from yohan (unknown [202.158.52.8]) by corp1.cbn.net.id (Postfix) with SMTP id 50B9D68BA1 for ; Wed, 5 Sep 2001 00:57:20 +0700 (JAVT) Message-ID: <00c601c135d2$c2e6e280$7d349eca@yohan> To: References: <9n22s9+d442@eGroups.com> <20010904025629.A23742@phxby.com> <002101c1352f$2196a3a0$0be48aca@rapidnetserver> <01090419084806.01457@gate.yc1dav.ampr.org> Organization: PT WorkITOut Solusi Tenaga Indonesia X-Priority: 3 X-MSMail-Priority: Normal X-Mailer: Microsoft Outlook Express 5.50.4133.2400 X-MimeOLE: Produced By Microsoft MimeOLE V5.50.4133.2400 From: "yohan handoyo" MIME-Version: 1.0 Mailing-List: list genetika@yahoogroups.com; contact genetika-owner@yahoogroups.com Delivered-To: mailing list genetika@yahoogroups.com Precedence: bulk List-Unsubscribe: Date: Wed, 5 Sep 2001 13:19:46 +0700 Reply-To: genetika@yahoogroups.com Subject: [GENETIK@] Artikel mengenai empowerment karyawan Content-Type: text/plain; charset=US-ASCII Content-Transfer-Encoding: 7bit Status: R X-Status: N Rekans, Dari pengalaman di kantor (kebetulan saya di IT recruitment company), banyak sekali rekan2 di dunia IT yang mengalami kesulitan untuk meng-empower karyawannya. Kebetulan saya baru saja menyelesaikan draft artikel saya terakhir dan saya memberanikan diri untuk membaginya di milis ini. Sebelumnya mohon maaf kalau artikelnya kepanjangan (saya juga bingung, biasanya saya nulis ngga sepanjang ini kok...). Terima kasih. SalamJabatErat --yohan KARYAWAN POWER RANGER Di suatu sore beberapa saat yang lalu, salah satu rekan saya - seorang pengusaha di bidang IT services - berkeluh kesah mengenai sulitnya melakukan empowerment terhadap para karyawannya. Rekan saya ini adalah seorang pekerja keras yang mempunyai komitment tinggi terhadap performance excellence dari setiap service yang diberikan kepada para clientnya. Dan sejalan dengan perkembangan usahanya, ia pun merekrut karyawan-karyawan baru dengan kriteria yang sangat ketat. Pada awalnya ia sangat yakin dengan kualitas karyawan yang direkrutnya sehingga ia berani melakukan program empowerment yang ia adopsi dari buku-buku yang ia baca. Keputusannya untuk mengimplementasi program ini adalah untuk menciptkan karyawan-karyawan yang betul-betul professional, kalau bisa malah menciptkan seorang karyawan yang sehebat dia. Namun belakangan, ia melihat bahwa kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Moral karyawan menurun, tingkat turnover karyawan belakangan ini meninggi, dan yang lebih membuatnya khawatir adalah frekwensi complaint yang diterimanya belakangan ini menjadi tinggi. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Dalam lebih dari satu dasawarsa terakhir, empowerment telah menjadi suatu suatu konsep yang menarik banyak pihak, terutama disebabkan oleh cerita-cerita heroik yang beredar luas mengenai bagaimana seorang empowered employee melakukan hal-hal luar biasa yang membuat semua orang terkagum-kagum. Saya yakin, anda pun paling tidak pernah mendengar sedikitnya satu dari cerita-cerita tersebut. Tapi kali ini saya ingin mengajak anda melihat lebih dalam lagi mengenai konsep empowerment dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli. PRODUCTION-LINE APPROACH vs EMPOWERMENT Empowerment dalam banyak text book sering diartikan sebagai "free of rulebooks" atau melakukan apapun yang diperlukan untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan. Tom Peters menyebutnya "purposeful chaos", Robert Waterman memberi sebutan "directed autonomy". Dalam persaingan bisnis yang kian sengit, dimana pelanggan makin sulit untuk dipuaskan, konsep empowerment ini seakan memberi harapan segar bagi sebuah perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan lewat kinerja karyawan yang ruaarr biasa. Namun sebenarnya sejak pertengahan 70-an, konsep yang menjadi primadona adalah production-line approach. Dalam artikelnya yang berjudul "Production-Line Approach to Service" di Harvard Business Review 1972, Theodore Levitt berargumen bahwa pendekatan ini justru akan mampu membuat service operation menjadi sangat efisien. Production-line approach ini sebenarnya adalah pendekatan yang sangat berbau manufacturing approach dimana semuanya disederhanakan, terkontrol, dan terorganisir dengan baik - sedikit sekali ruang yang diberikan untuk berimprovisasi dalam eksekusi suatu proses oleh karyawan. Contoh yang paling mudah mungkin adalah McDonald dimana seorang karyawan dilatih untuk menyapa semua pelanggan dengan script yang sama, menyiapkan pesanan dengan skenario yang tidak pernah berubah, malah cara memberikan uang kembalian pun ada prosedurnya. Pendekatan ini memberikan suatu tingkat konsistensi yang tinggi, mudah dipelajari, sehingga karyawan pun dapat mudah beradaptasi. Keuntungan yang lainnya? Jelas: efisien, biaya operasi yang relatif rendah, mampu menangani high-volume service, dan kalau dilakukan dengan benar, konsistensi yang tinggi atas kepuasan pelanggan pun dapat diharapkan. Di sisi yang lain, Ron Zemke dan Dick Schaaf dalam bukunya The Service Edge: 101 Companies That Profit from Customer Care mendefinisikan empowerment sebagai ".in many ways is the reverse of doing things by the book". Daripada anda sibuk menggunakan imajinasi anda untuk meng-kongkritkan definisi tersebut, Bowen dan Lawler III memberikan definisi praktis mengenai empowerment sbb: "We define empowerment as sharing with frontline employee four organizational ingredients: (1) information about the organization's performance, (2) reward based on the organization's performance, (3) knowledge that enables employees to understand and contribute to organizational performance, (4) power to make decision that influence organizational direction and performance. Semuanya hal tersebut cenderung terkonsentrasi di tangan para senior manager dalam production-line approach. COST AND BENEFIT DARI EMPOWERMENT Di luar dari cerita-cerita hebat yang beredar luas mengenai konsep empowerment ini, sebenarnya konsep ini harus dilihat secara hati-hati. Ada beberapa cost dan juga benefit yang disebutkan oleh Bowen dan Lawler III, dari sudut benefit misalnya: kecepatan response terhadap kebutuhan dan juga ketidak puasan pelanggan. Dalam service operation, sering kali muncul variable yang tidak terduga yang dapat menimbulkan ketidak puasan pelanggan. Empowerment memberikan ruang yang cukup luas bagi para karyawan untuk mengatasi hal tersebut tanpa perlu berlama-lama berkonsultasi dengan atasannya. Ini tentu penting karena pelanggan yang tidak puas tidak suka menunggu. Dan jika hal ini sukses dilakukan, karyawan juga mendapat kebanggaan atas apa yang telah dilakukannya dan dari situ diharapkan mereka juga merasa senang dengan pekerjaannya. Satu benefit lain yang juga penting adalah fakta bahwa empowered employee sering kali dapat menjadi sumber informasi dan ide yang berharga dari hasil interaksinya yang "kaya" dengan para pelanggan. Namun juga tak dapat dipungkiri bahwa ada cost yang menyertai konsep ini. Yang paling mencolok adalah biaya perekrutan dan pelatihan yang tinggi karena empowerment baru akan berjalan baik jika dilakukan oleh karyawan-karyawan yang kompeten dan terdidik. Dan jika perusahaan anda sering menggunakan partimer, ROI dari pelatihan akan menjadi jauh lebih tinggi karena sebelum anda melihat hasil dari pelatihan empowerment tersebut, kemungkinan besar karyawan partimer anda sudah keluar. Dari sisi operasional, cost yang mungkin akan terjadi adalah dari service delivery yang tidak konsisten dan lambat. Saat harus segera check out karena harus mengejar pesawat ke Jakarta bulan lalu di salah satu hotel di Surabaya, saya sempat senewen karena front office officer hotel tersebut terus saja melayani seorang tamu hotel yang rewel minta ini itu. Bagi tamu hotel tersebut, si front office officer telah memberikan service dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Tapi bagi saya yang terburu-buru - dan saya juga tamu hotel tersebut, mungkin malah saya memesan kamar yang lebih mahal - "improvisasi" si front office officer tadi cuma membuat saya lebih senewen saja. Cost lain adalah mahalnya "side-effect" dari empowerment tersebut. Kelompok Four Season hotel sangat membanggakan cerita mengenai karyawannya (doorman) yang bernama Willie yang segera naik pesawat berikutnya untuk mengembalikan tas salah satu tamu hotel yang tertinggal. Bayangkan, berapa biaya yang harus ditanggung oleh sebuah hotel jika dalam sebulan ada 10 koper yang tertinggal? Sering kali "improvisasi" yang dilakukan oleh karyawan juga dapat membahayakan image perusahaan, terutama jika dilakukan oleh karyawan yang kurang knowledgable. Dan akan lebih gawat lagi jika kemungkinan untuk ber-improvisasi ini dijadikan alasan kuat untuk tidak fokus dalam memberikan service yang baik at the first place! Maukah anda dikenal sebagai perusahaan yang buruk service delivernya tapi selalu mampu untuk melakukan service recovery yang baik? STRATEGI EMPOWERMENT Dalam bukunya, "Choosing an Involvement Strategy", Lawler III memberikan deskripsi mengenai strategi empowerment praktis yang dapat kita adopsi. Jika kita mengasumsikan production-line approach di satu sisi ekstrim, dan high involvement (highly empowered employee) di sisi satunya, maka ada dua tahap empowerment lainnya yang merupakan "kompromi" dari dua konsep itu. Tahap pertama adalah Suggestion Involvement yang merupakan "small shift away" dari production-line approach. Dalam tahapan ini karyawan didorong untuk memberikan kontribusi ide, namun ruang untuk ber-improvisasi masih sangat dibatasi. Kelihatannya sederhana, tapi tahukan anda bahwa Big Mac, Egg McMuffin semuanya diciptakan dari metode ini? Tahap yang kedua adalah apa yang dinamakan dengan Job Involvement. Dalam tahapan ini, job description di desain ulang agar karyawan dapat ber-improvisasi secara terbatas, namun masih dalam supervisi ketat dari atasan langsungnya. Di sisi ekstrim empowerment (highly empowered employee), karyawan memiliki kebebasan yang cukup luas untuk bertindak sesuai dengan goals dan objectives dari perusahaan. Contoh yang paling baik mungkin adalah para Gentils Organisateurs dari Club Med yang terkenal dengan spontanitas dan kebebasan dalam memberikan service bagi para tamu-tamunya. KAPAN HARUS MELAKUKAN EMPOWERMENT Ada beberapa hal yang harus dianalisa dengan teliti sebelum kita menerapkan strategi empowerment, karena saya percaya bahwa empowerment tidak akan selalu cocok untuk semua jenis perusahaan. Yang pertama harus dilihat adalah Basic Business Strategy dianut oleh perusahaan. Jika kita berada dalam suatu bisnis dengan karakteristik low-volume service dengan biaya rendah, maka production-line approach justru akan menjadi alternatif yang menarik. Jawaban dari pertanyaan ini sering kali tergantung dari kebutuhan riil dari para pelanggan itu sendiri. Beberapa segmen tertentu mengharapkan layanan yang cepat, murah, namun konsisten. Dan ini hanya bisa dijawab dengan tepat oleh production-line approach. Mungkin akan menjadi menarik untuk melihat hasil penelitian Sutton dan Rafaeli yang dipublikan di Academy of Management Journal tahun 1988 (Untangling the Relationship between Displayed Emotions and Organizational Sales: The Case Study of Convenience Stores) yang menunjukkan hubungan negatif antara penjualan dengan sikap hangat dari karyawan convenience stores di Amerika. Fakta yang menarik adalah bahwa pelanggan dalam kasus ini menginginkan kecepatan pelayanan, dan karyawan yang friendly justru memperlambat kecepatan pelayanan tersebut. Yang kedua adalah sifat hubungan antara pelanggan dengan perusahaan. Jika sifat hubungan tersebut lebih bersifat relationship, maka memberikan empowerment terhadap karyawan adalah pilihan yang sangat masuk akal. Sebaliknya, jika hubungan tersebut lebih bersifat transaksional, maka production-line approach justru akan memberikan performa yang lebih baik dan lebih efisien. Lingkungan bisnis juga dapat menjadi bahan analisa yang menarik. Sebuah perusahaan seperti Airline dengan lingkungan yang sedemikian kompleks dan unpredictable (cuaca buruk, keterbatasan teknis, dll) akan banyak mendapatkan manfaat dari program empowerment. Tapi McDonald dengan lingkungan (environment) yang stabil dengan segmen pelanggan yang sangat jelas, akan lebih banyak mendapatkan manfaat dari production-line approach. Ini semua berkaitan dengan respons pelanggan yang mungkin muncul dalam setiap kejadian yang unpredictable. Semakin tidak stabilnya lingkungan bisnis yang ada, semakin longgar ruang berimprovisasi yang harus diberikan kepada karyawan untuk memberikan service dan juga untuk melakukan service recovery, karena manual pekerjaan dan job description tidak akan mampu mencakup semua unpredictable variables tersebut. Yang juga harus diperhatikan adalah tipe karyawan yang kita miliki. Apakah mereka mempunyai high growth and social needs? Apakah mereka mempunyai interpersonal skills yang kuat? Jika jawabannya untuk itu semua adalah "ya", maka empowerment adalah pilihan yang paling mungkin untuk diimplementasi. Sebaliknya, akan sulit sekali melakukan program empowerment jika semua jawaban tersebut adalah "tidak". Kembali kepada cerita mengenai rekan saya di paragraf awal. Impiannya untuk menciptakan tim karyawan tangguh lewat program empowerment sebenarnya sah-sah saja. Namun semuanya akan menjadi sia-sia jika rambu-rambu yang ada tidak dicermati dan dipertimbangkan dengan baik. Lebih sia-sia lagi jika muncul impian baru untuk merubah karyawan menjadi sekelompok power ranger lewat empowerment. Mereka - seperti juga kita - tetap manusia biasa dengan segala kekurangan dan kelemahannya. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~--> Get your FREE credit report with a FREE CreditCheck Monitoring Service trial http://us.click.yahoo.com/MDsVHB/bQ8CAA/ySSFAA/9rHolB/TM ---------------------------------------------------------------------~-> To unsubscribe from this group, send an email to: GENETIKA-unsubscribe@egroups.com Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/