Tantangan bagi Pendidikan Indonesia Membaca tulisan Pak Juwono Sudharsono MENDIKBUD tgl. 24 Agustus 1998 di KOMPAS tentang delapan kompetensi dalam menyongsong globalisasi, tergelitik hati saya untuk menuliskan sekelumit komentar berfokus pada kebijakan, environment & paradigma pendidikan menyongsong kompetisi global. Pada dasarnya saya tidak mengingkari pentingnya ke delapan kompetensi Pak Juwono untuk mengantisipasi kompetisi global. Tetapi pengetahuan akan pergeseran mendasar pada paradigma pendidikan masa depan akan memaksa DIKBUD berfikir utk melakukan perubahan mendasar kebijakan dunia pendidikan jika Indonesia berniat utk memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan yang ada. Kebijakan strategis perlu diletakan utk menangkap kesempatan yang ada. Pergeseran drastis paradigma pendidikan terjadi karena terjadinya aliran informasi & pengetahuan yang begitu cepat karena effisiensi teknologi informasi Internet yang memungkinkan tembusnya batas-batas dimensi ruang, birokrasi, kemapanan dan waktu. Hal ini telah terjadi di Indonesia, dengan terkaitnya 40-50 lembaga pendidikan Indonesia ke Internet - sekitar 25+ lembaga pendidikan merupakan bagian dari AI3 Indonesia yang terkait langsung pada gateway ITB. Perlu dicatat bahwa pergerakan ini merupakan arus bawah dunia pendidikan yang belum di akomodasi dengan baik oleh pihak pemerintah cq DIKBUD. Pergeseran paradigma sebagai konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional (juga dijelaskan dalam konsep Nusantara-21 http://n21.ac-id.net/) antara lain adalah: Sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal (SD, SMP, SMU, Perguruan tinggi) yang konvensional. Sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana & setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence (distributed knowledge). Fungsi guru / dosen / lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan tsb. Proses long life learning dalam dunia informal yang sifatnya lebih learning based daripada teaching based akan menjadi kunci perkembangan SDM. Web, Homepage, Search Engine, CD-ROM merupakan alat bantu yang akan sangat mempercepat proses distributed knowledge ini berkembang. Hal ini secara langsung akan menantang sistem kurikulum yang rigid & sifatnya terpusat / mapan yang kini lebih banyak di anut dimana lebih difokuskan pada pengajaran (teaching) & kurang pada pendidikan (learning based). Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama yang tidak terikat pada dimensi birokrasi / struktural jadi lebih bertumpu pada fungsi fungsional lembaga pendidikan. Konsekuensi ekstrim yang terjadi, khususnya dengan adanya paradigma generation lap (kebalikan dari generation gap) dimana murid / mahasiswa memiliki ilmu yang lebih tinggi daripada guru / dosen - maka guru / dosen tidak lagi dapat memaksakan pandangan & kehendaknya karena mungkin para siswa / mahaiswa memiliki pengetahuan yang lebih dari informasi yang mereka peroleh selama ini. Proses interaksi elektronik, diskusi melalui berbagai Internet mailing list, newsgroup, IRC, Webchat merupakan kunci proses pembentukan collective wisdom ini. Yang menarik disini adalah dari sisi kurikulum, tidak akan pernah terjadi kurikulum resmi yang rigid - kurikulum akan selalu berubah beradaptasi dengan berbagai perkembangan sesuai dengan collective wisdom yang diperoleh dari waktu ke waktu. Akreditasi, Sertifikasi, pengakuan akan lebih banyak di tentukan oleh masyarakat profesional. Dengan kata lain masyarakat profesional yang akan menjadi penilai (quality control) dari lembaga pendidikan yang ada. Kontrol dilakukan dari kemampuan para alumni sehingga setiap lembaga pendidikan / dosen / guru secara individual akan di nilai langsung oleh masyarakat profesional. Sebagai contoh, di ITB dikembangkan untuk sertifikasi komputer profesional untuk sertifikasi MCP, MCSE, MCT bekerjasama dengan Microsoft yang merupakan bagian dari program AATP http://ms-aatp.itb.ac.id/ yang sifatnya lebih profesional daripada sekedar kurikulum formal pendidikan biasa. Track record, Curriculum Vitae, Resume, referensi merupakan senjata yang jauh lebih penting & ampuh daripada sekedar ijasah resmi dari lembaga pendidikan. Dengan adanya sertifikasi yang sifatnya global & internasional ini, konsekuensi yang menarik adalah seseorang dengan sertifikat global ini dapat bekerja dimana saja (tidak tergantung batas negara lagi. Mengapa kita tidak sekalian mengadopsi ISO 9000? Mengapa kita tidak mengambil sertifikasi global dari lembaga internasional? Jika kita memang menginginkan utk kompetisi global? ). Hal ini jelas-jelas merupakan tantangan bagi konsep-konsep lama di lembaga pendidikan formal, ujian negara bagi lulusan PTS dan maupun BAN PT. Training for trainers (maupun kemampuan utk belajar terus menerus) dalam tingkat kenaikan jenjang dosen merupakan fokus yang perlu diperhatikan dengan pergeseran paradigma ini. Lembaga pendidikan harus melakukan investasi secara periodik bagi guru & dosen-nya jika ingin tetap memimpin di dunia pendidikan. Kegagalan dalam investasi guru & dosen akan berakibat kalah dalam persaingan merebut mahasiswa terbaiknya. Insentif bagi guru / dosen untuk mendidik diri sendiri bukan datang dari jalur struktural / jabatan; juga bukan dari jenjang karir fungsional tradisional (seperti asisten ahli, lektor, guru besar) yang rigid. Reward yang lebih besar akan lebih banyak diperoleh dari pengakuan yang diberikan langsung oleh masyarakat. Bayangkan secara sederhana, betapa memalukannya jika ada seorang Profesor / Lektor yang ternyata bahasa Inggrisnya patah-patah & belum pernah menulis dalam jurnal internasional. Akhirnya semua kembali kepada masyarakat profesional yang akan menilai kualitas sebenarnya seseorang. Prasyarat lain yang akan mempercepat pergeseran paradigma dunia pendidikan adalah kompetisi bebas, pasar bebas dan hilangnya monopoli. Kemungkinan prasyarat ini yang akan menghambat di Indonesia karena lambatnya adopsi kompetisi bebas di Indonesia. Akan tetapi saya yakin, cepat atau lambat dan mau tidak mau kompetisi bebas akan berjalan di Indonesia karena desakan dunia global. Bagi kami yang bergerak & betul-betul hidup mengambil manfaat dalam dunia informasi berbasis Internet, sebetulmnya kompetisi bebas & perdagangan bebas telah beberapa tahun ini kami nikmati - bahkan resesi ekonomi belum terlalu parah dirasakan. Mudah-mudahan hal ini dapat menggugah sedikit sebagian dari kita yang belum mengambil manfaat maksimal dari Internet. Setelah mengetahui perubahan yang mendasar dari paradigma pendidikan, apa yang perlu & bisa kita lakukan sebagai bangsa Indonesia? Terus terang pendapat saya pribadi sebagai orang Indonesia akan sangat sederhana yaitu mari kita manfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang semakin terbuka untuk memperoleh ilmu pengetahuan & sertifikasi profesioanl ini untuk kebaikan nasib kita masing-masing. Pendidikan formal bukan lagi satu-satunya media untuk mengembangkan diri, karena ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari mana saja. Sertifikasi & akreditasi-pun sebetulnya dapat diperoleh dari mana saja seluruh dunia tanpa tertahan oleh batas negara. Secara ekstrim sebetulnya hal ini merupakan tantangan secara langsung bagi konsep ujian negara PTS, BAN PT dll yang dikembangkan DIKBUD. Bahasa Inggris akan menjadi salah satu aset yang sangat penting untuk dapat mengakses sumber ilmu yang terdistribusi dan menjadi rantai dalam collective wisdom ini. Selain berbahasa Inggris, kemampuan untuk membaca, mencerna dan menulis (menghasilkan) informasi / pengetahuan dengan menggunakan teknologi informasi (Internet) akan sangat strategis untuk dapat memperoleh keuntungan & manfaat yang besar dari keberadaan teknologi informasi. Perlu di hayati bahwa kompetisi akan cukup ketat untuk memperoleh akreditasi & sertifikasi terbaik. Kerja keras & kerjasama kemitraan strategis dalam sebuah kelompok akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam menentukan keberhasilan kita dalam penetrasi pasar. Belajar dari kuliah di kelas saja tanpa mempunyai visi & kemauan yang kuat untuk bertempur di dunia profesional tidak akan cukup. Aktif dalam dunia & kegiatan mahasiswa, maupun membantu kelompok-kelompok penelitian yang ada di masing-masing lembaga pendidikan akan sangat membantu membentuk kemampuan kompetisi yang tangguh. Bagi dunia pendidikan, skala ekonomi akan dapat dengan mudah dikembangkan dengan bertumpu pada teknologi informasi beberapa strategi mendasar yang antara lain adalah: Di sektor substansi: Pembentukan platform untuk diskusi, komunikasi & pengambilan keputusan / antara senat perguruan tinggi, eksekutif, staff, mahasiswa & alumni; Platform ini penting untuk proses iterasi / feedback / open evaluation / society audit & adaptif / character building / re-engineering platform & demokratisasi kampus. Internet hanya salah satu alternatif. Akumulasi pengetahuan yang dihasilkan secara lokal; perpustakaan & mekanisme akumulasi paper / thesis menjadi sangat startegis. Re-engineering metoda pengajaran & pendidikan sebaiknya didalamnya tercakup collective learning & knowledge accumulation / building / manegemnet. Juga belajar bagaimana cara belajar. Di sektor servis / jasa: Sertifikasi Global & Akreditasi professional; misalnya ISO9000 / MCP / MCSE / MCT / P.Eng. Biarkan organisasi profesional & global yang mengakreditasi sebuah lembaga pendidikan bukan pemerintah. Orientasi global, kerjasama luar negeri & pengiriman SDM ke manca negara. Partnership & Aliansi strategis pada tingkat nasional & regional dengan berbagai lembaga pendidikan / research centers komersial / industri; negosiasi pada tingkat nasional untuk insentif kerjasama dengan dunia pendidikan Konsep aliansi untuk kerjasama pendidikan jarak jauh perlu dikembangkan & di encourage oleh DIKBUD. Jangan sampai terjadi kesan "monopoli" bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh hanya oleh Universitas Terbuka (UT) saja. Di Sektor Manajemen / Supporting System: Re-engineering management kampus, utk menghilangkan dimensi fisik kampus; contoh menghilangkan batasan fisik kampus dalam operasional universitas; mengadopsi konsep mahasiswa part-time, mahasiswa profesional. Bayangkan kalau mahasiswa ITB tidak hanya berada di Bandung, tapi juga di Irian Jaya, di Aceh, di Padang. Re-engineering management kampus, untuk menghilangkan dimensi waktu & membuat proses pendidikan menjadi lebih adaptif terhadap perubahan. Waktu belajar siswa / mahasiswa menjadi lebih fleksible - tidak harus seorang mahasiswa D.O. hanya karena tidak tepat waktu misalnya. Re-engineering otoritas perguruan tinggi, melihat sebuah perguruan tinggi sebagai sebuah korporate. Otoritas finansial & open management di distribusi yang dapat di audit. Bisnis plan & cash flow menjadi imbedded dalam proses khususnya penting bagi lembaga pendidikan negeri. Adalah harapan kita semua bahwa semakin banyak drop out sekolah menengah yang nantinya dapat meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi. Mudah-mudahan strategi yang di usulkan ini dapat memperlebar daya serap dunia pendidikan di Indonesia. Onno W. Purbo, pengamat pendidikan (ITB).